Resensi Cerpen "Senyum Karyamin" karya Ahmad Tohari Dunia Kehidupan Orang-orang Kecil
Resensi
Buku Kumpulan Cerpen "Senyum Karyamin" karya Ahmad Tohari
Dunia
Kehidupan Orang-orang Kecil
Judul
Buku : Senyum Karyamin
Pengarang
: Ahmad Tohari
Penerbit
: PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta
Tahun
Terbit : 1995
Cetakan
: ke-9 tahun 2013
Tebal
Buku : 88 halaman
Karya
Ahmad Tohari yang diterbitkan dalam buku berjudul “Senyum Karyamin” ini memuat
cerita-cerita yang sederhana dengan unsur-unsur pedesaan lengkap dengan
kehidupan penduduknya orang-orang kecil yang lugu dan sederhana yang disulap
sedemikian rupa hingga menjadi sebuah kisah yang menarik. Buku ini dikarang
oleh Ahmad Tohari yang lahir pada 13 Juni 1948 di Tinggarjaya, Jatilawang,
Banyumas, Jawa Tengah, Indonesia. Beliau merupakan sastrawan Indonesia yang
pernah menamatkan SMA di Purwokerto dan mengenyam bangku kuliah, yakni Fakultas
Imu Kedokteran Ibnu Khaldun, Jakarta (1967-1970), Fakultas Ekonomi Universitas
Jendral Soerdiman, Purwokerto (1974-1975), dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Jendral Soedirman (1975-1976). Salah satu karyanya yang
mendunia yaitu Ronggeng Dukuh Paruk (1982) yang telah terbit dalam bahasa
Jepang, Jerman, Belanda, dan Inggris. Tahun 1990 Ahmad Tohari mengikuti
International Writing Programme di Iowa City, Amerika Serikat dan
memperoleh penghargaan The Fellow of University of Iowa.
Buku
yang memuat 13 cerpen ini juga melukiskan dunia dan kehidupan orang-orang
kecil, mulai dari kisah yang menceritakan tentang orang yang selalu tersenyum
dalam menghadapi semua masalah yang dihadapinya (“Senyum Karyamin”). Kisah
tentang arti kesetiakawanan yang termuat dalam cerpen (“Jasa-jasa Buat
Sanwirya”) dan (“Ah, Jakarta”). Cerita yang bertema persahabatan dalam cerita
(“Surabanglus”), Kisah yang menunjukkan keluguan orang-orang desa berpikir
tentang pernikahan usia dini (“Si Minem Beranak Bayi”), Tentang
kesombongan seseorang yang membawa keburukan (“Tinggal matanya berkedip-kedip”)
dan (“Kenthus”). Cerita seorang manusia yang memiliki keterbatasan mental namun
mendapatkan kebaikan dari orang-orang disekitarnya yang terdapat pada cerpen
(“Blokeng”) dan (“Wangon Jatilawang”), kisah yang menceritakan akibat
dari kebiasaan (“Orang-orang Sebrang Kali”), cerita tentang orang yang
mencari cahaya untuk akherat (“Rumah yang Terang”), kemudian tentang budaya
daerah (“Syukuran Sutabawor”), dan kisah seorang pengemis yang menggunakan
shalawat badar untuk mencari nafkah (“Pengemis dan Sholawat Badar”).
Dari
tiga belas cerpen yang tersaji dalam buku ini, ada satu judul yang menarik perhatian
kami. Yakni cerpen nomor dua belas, yang berjudul “Wangon Jatilawang”.
Cerpen ini kami anggap menarik karena menceritakan kepedulian seseorang,
berbuat baik dengan sesama meskipun terhadap orang yang memiliki
keterbelakangan mental. Cerpen ini mengandung amanat bahwa kita harus saling
berbagi dan tolong-menolong terhadap sesama.
Kisah
menarik cerpen tersebut berawal dari peristiwa pertama menggambarkan kedatangan
Sulam ke rumah tokoh “Aku”, saat itu tokoh “Aku” sedang menerima tamu penting.
Tokoh “Aku” dan Sulam adalah sahabat. Setiap hari Sulam singgah kerumah tokoh
“Aku” untuk makan dan minta uang. Konflik muncul ketika hari lebaran sudah
dekat, Sulam teringat akan ibunya yang sudah meninggal, yang dia tau ibunya
pergi ke kota untuk membelikan baju baru untuknya. Tokoh “Aku” berjanji akan
membelikan baju baru untuknya. Akhir cerita, tokoh “Aku” mau memberikan baju
yang diminta Sulam tepat pada hari lebaran. Tokoh “Aku” berpikir, jika baju itu
diberikan pada saat itu juga, pasti Sulam akan mengotorinya. Akhirnya Sulam
pergi dengan wajah murung, timbul rasa kecewa, dan akhirnya Sulam mati tergilas
truk. Tokoh “Aku” sangat malu dan menyesal tidak mengabulkan permintaan Sulam
yang terakhir kalinya.
Ahmad
Tohari memang pandai membawa pembacanya ke alam imajinasi karangannya. Hal itu
tak terlepas dari pilihan kata yang digunakan. Kata-kata yang digunakan tidak
terlalu berat. Semua cerpennya pun menceritakan kehidupan orang-orang yang
sederhana, tak dapat dipungkiri hal tersebut membuat karyanya terkesan kurang
bervariasi. Selain itu, dalam cerpennya terdapat banyak bahasa Banyumasan yang
mungkin kurang dipahami oleh sebagian pembaca dari daerah lain. Memang terdapat
penjelasan tentang kata-kata tersebut, namun itu akan mengurangi konsentrasi
dan intensitas para pembacanya.Tapi meski begitu, keindahan dalam setiap kata
yang digunakan tetap tersaji dengan baik. Secara tersirat, cerpen-cerpennya
memberikan banyak pelajaran.
Secara
keseluruhan, buku ini sangat menarik dan pantas untuk dibaca. Buku ini
mengajarkan kita bagaimana berfikir untuk melakukan hal yang lebih bermanfaat
yang dapat dilakukan saat itu karena banyak manfaat yang dapat kita peroleh dan
pelajari dari buku tersebut. Seperti amanat dan pesan – pesan moral yang
terkandung dalam setiap cerpennya yang dapat kita ambil sebagai sebuah pegangan
hidup.
likepage/ label this document guys
Komentar
Posting Komentar