cerpen tentang kewirausahaan



Pagi Gan! Sebelum saya berangkat ke sekolah untuk menjalani UTS, izinkan saya untuk update post yang berjudul Contoh CERPEN Kewirausahaan Beserta Strukturnya ini ya. Sebelumnya saya kan sudah memberi Contoh CERPEN (Cerita Pendek) pribadi yang pernah saya alami. Kali ini saya akan memberikan contoh cerpen yang pernah dialami oleh orang lain yang bertema Kewirausahaan. Sudah langsung ke topiknya saja ya.Ini dia contohnya:

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhvLwD7eM5y-FB217OikLfowlNL-EfZ07tFdb6TUeJoe1FUqOKD8CjWAX-rVJg0cqq-Hl72bEqwiI6Ddt17hPGI3oOks3l3CGHCcKZxiC_vpH1Ha5ONotXtryUcqqE_Bb0K16717fkfMJ0/s1600/Impian.jpg

Impian
Kala senja itu, cucuran keringat mengalir deras pada diri seorang remaja. Yang selalu mengayuh sepeda demi mencapai tujuannya. Seorang remaja dengan semangat juang tinggi. Yang selalu bermimpi menggapai cita yang murni. Ya, ialah Hanur namanya. Ia terlahir dari keluarga yang miskin. Ia bukan seorang remaja yang memiliki otak cemerlang, ia selalu menjauh dari pandangan guru. Dan ia sering sekali mendapatkan nilai jelek. Ya, memang seseorang di dunia ini tidak ada yang sempurna, pada setiap insan pasti mempunyai bakat masing-masing yang sudah di anugerahkan Tuhan kepadanya.
*
            Terlihat dari sudut desa Gede itu, sebuah gubuk kecil rumah tempat tinggal Hanur bersama keluarganya. Rumah yang jauh dari kata kemewahan, namun sederhana sekali. Kecintaannya pada mesin tak pernah padam, mungkin itu warisan dari ayahnya yang kini sudah tiada. Pada usianya 8 tahun, ia sudah mengayuh sepeda sepanjang 10 mil hanya untuk melihat pesawat terbang. Ketika umurnya 12 tahun ia mampu menciptakan sebuah sepeda pancal dengan model rem kaki. Namun dalam benaknya, ia tak pernah ingin menjadi usahawan otomotif. Disaat umurnya mencapai 15 tahun, ia memutuskan untuk berhenti sekolah. Dan selanjutnya ia merantau ke kota Jakarta untuk mencari pekerjaan sebagaimana bakat yang ia milikinya.
Tak lama kemudian, ia mendapati pekerjaan itu. Ia bekerja sebagai karyawan di bengkel yang bernama Repair Company milik bos nya Tauka Ucha. Karena kegigihan dan keterampilan yang dimiliki Hanur, bosnya sangat senang dengan cara kerjanya. Ia teliti dan cekatan, setiap suara yang mencurigakan, setiap oli yang bocor, tidak luput dari perhatiannya. Enam tahun bekerja disitu, menambah wawasannya tentang permesinan.
**
            Di usia Hanur yang menginjak 21 tahun, Tauka Ucha membuka cabang bengkelnya yang didirikan di pusat kota Bandung. Bengkel tersebut dipercayakan kepada Hanur. Prestasi pekerjaan Hanur tetap membaik walaupun jauh dari pandangan bosnya.
Ia selalu menerima reparasi yang ditolak oleh bengkel lain. Kerjanya pun cepat memperbaiki mobil pelanggan sehingga berjalan kembali. Karena itu, jam kerjanya larut malam, dan terkadang sampai subuh. Otak jeniusnya tetap kreatif. Pada zaman itu, jari-jari mobil terbuat dari kayu, hingga tidak baik meredam goncangan. Ia punya gagasan untuk menggantikan ruji-ruji itu dengan logam. Hasilnya luar biasa. Ruji-ruji logamnya laku keras, dan diekspor ke seluruh dunia. Di usia 30 tahun, Hanur menandatangani patennya yang pertama.
Bisa dibilang bahwa pada usia 30 tahun ia sudah mencapai kesuksesan yang diingininya sejak kecil itu. Ia merasa pada saat itu ia sudah mampu untuk membuka bengkel sendiri, akhirnya ia melepaskan diri dari bosnya. Ia mulai berfikir, kira-kira produk apa yang kiranya akan laris di pasaran? Inovasinya tertuju pada Ring Pinston. Ia dan para karyawannya pun memulai hal itu, setelah beberapa hari ia mengajukannya kepada perusahaan otomotif ternama yang membuka cabangnya di Indonesia yaitu Honda. Sayangnya, karyanya itu ditolak oleh Honda, karena dianggap tidak memenuhi standar. Ring buatannya tidak lentur, dan tidak laku dijual. Ia ingat reaksi teman-temannya terhadap kegagalan itu. Mereka menyesalkan dirinya keluar dari bengkel Tauka Ucha.
***
Karena kegagalan itu, Hanur jatuh sakit cukup serius. Dua bulan kemudian, kesehatannya pulih kembali. Ia kembali memimpin bengkelnya. Tapi, soal Ring Pinston itu, belum juga ada solusinya. Demi mencari jawaban, ia kuliah lagi untuk menambah pengetahuannya tentang mesin. Siang hari, setelah pulang kuliah - pagi hari, ia langsung ke bengkel, mempraktekan pengetahuan yang baru diperoleh. Setelah dua tahun menjadi mahasiswa, ia akhirnya dikeluarkan karena jarang mengikuti kuliah. "Saya merasa sekarat, karena ketika lapar tidak diberi makan, melainkan dijejali penjelasan bertele-tele tentang hukum makanan dan pengaruhnya.” Kepada Rektornya, ia jelaskan maksudnya kuliah bukan mencari ijasah. Melainkan pengetahuan. Penjelasan ini justru dianggap penghinaan.
****
            Berkat kerja kerasnya, desain Ring Pinston-nya diterima. Pihak Honda memberikan kontrak, sehingga Hanur berniat mendirikan pabrik. Sayangnya, pabriknya terbakar dua kali. Namun, Hanur tidak patah semangat. Ia bergegas kembali untuk mendirikan pabriknya. Tanpa diduga, gempa bumi meletus menghancurkan pabriknya, sehingga diputuskan menjual pabrik Ring Pinstonnya ke Honda. Setelah itu, Hanur mencoba beberapa usaha lain. Namun semuanya gagal. Untuk membeli makanan bagi keluarganya saja ia sangat kesulitan. Dalam keadaan terdesak, ia memasang motor kecil pada sepeda. Siapa sangka, sepeda motor – cikal bakal lahirnya mobil Hanur - itu diminati oleh para tetangga. Mereka berbondong-bondong memesan, sehingga Hanur kehabisan stok. Disinilah, Hanur kembali mendirikan pabrik motor. Sejak itu, kesuksesan tak pernah lepas dari tangannya.
*****
Kala senja itu, cucuran keringat mengalir deras pada diri seorang remaja. Yang selalu mengayuh sepeda demi mencapai tujuannya. Seorang remaja dengan semangat juang tinggi. Yang selalu bermimpi menggapai cita yang murni. Ya, ialah Hanur namanya. Ia terlahir dari keluarga yang miskin. Ia bukan seorang remaja yang memiliki otak cemerlang, ia selalu menjauh dari pandangan guru. Dan ia sering sekali mendapatkan nilai jelek. Ya, memang seseorang di dunia ini tidak ada yang sempurna, pada setiap insan pasti mempunyai bakat masing-masing yang sudah di anugerahkan Tuhan kepadanya.
















Panggilan akrabnya Ado, nama lengkapnya Andri Aryansah, seorang lelaki yang hanya mengecap pendidikan SD ini berhasil menjadi usahawan sukses dengan omzet per bulan mencapai Rp 100 juta.
Semuanya dilalui dengan tidak menyenangkan. Ia masih ingat bagaimana harus sering memakai sandal jepit untuk sekolah jika musim hujan, sebab sepatu Ado hanya satu. Jika basah ia tak punya sepatu pengganti dan terpaksa mengenakan sandal.
Ia juga masih ingat dengan lekat bagaimana rasanya berjalan kaki ketika ke sekolah dan bermain, sementara teman-temannya bergembira naik sepeda. Itulah sedikit pengalaman pahitnya di masa kecil, dari sekian banyak pengalaman pahit yang dirasakannya. Kesedihan Ado berujung ketika ia lulus SD pada 1999.
Bapaknya yang hanya bekerja sebagai buruh bangunan tak mampu membiayai lagi sekolahnya. Dengan terpaksa dia tidak melanjutkan jenjang SMP. Dua tahun kemudian, ia meninggalkan kota kelahirannya Garut menuju Bandung untuk mengadu nasib.
Alasannya dia tak mau merepotkan orangtuanya. Pekerjaan pertamanya di Bandung bukanlah pekerjaan yang membanggakan bagi seorang remaja sepertinya. Ia menjadi pembantu rumah tangga (PRT) di daerah Dipati Ukur, Bandung. Pekerjaan itu dia lalui selama tiga tahun. Pada 2004 Ado “naik pangkat” dengan bekerja di Record Man, sebuah toko pakaian yang identik dengan musik cadas.
Kejujuran dan kerja kerasnya membuat Ado dipromosikan hingga menjadi manajer toko tersebut. Setelah bekerja di Record Man selama 7 tahun, Ado memutuskan untuk keluar dari tempatnya bekerja. “Saya sih tidak mau terus-terusan kerja pada orang. Ingin punya usaha sendiri. Lagipula saya sudah punya pengalaman di bidang pakaian, jadi tahu seluk-beluk bisnisnya,” kata Aldo.
Bermodal tabungan sebesar Rp 2,5 juta ia mulai menyewa los di Plaza Parahyangan berukuran 3×3 dengan biaya sewa Rp 1,4 juta. Meski baru pertama menjalankan usaha, Ado mengaku yakin bahwa dia akan berhasil. Meski modal uangnya sedikit, Ado memiliki modal lain yang lebih penting dari uang yaitu pengalaman dan jaringan. Ia punya pengalaman selama 7 tahun di industri ini dan ia punya jaringan pemasok maupun pelanggan. Ado menggandeng teman-temannya musisi musik metal untuk dibuatkan merchandise.
Ado merupakan seorang pengemar musik cadas. Usaha merchandise tersebut ternyata membawa berkah bagi dirinya. Dalam waktu relatif singkat usahanya menanjak. Sebagai pengusaha, Ado belajar melihat tren di pasaran. Ketika persaingan di bisnis merchandise band mulai ketat, Ado mencari ide lain. Dia pun kemudian melakukan diversifikasi desain kaos dengan membuat desain-desain bergaya Sunda.
Tapi kaos bergaya metal tetap dia jalankan. Kejelian melihat peluang inilah yang membuat Ado bisa bertahan hingga sekarang. Perlahan tapi pasti, usahanya terus berkembang. Omzet yang awalnya jutaan berkembang menjadi belasan dan puluhan juta rupiah.
Dan sekarang menurut Ado angkanya sudah menyentuh Rp 100 juta per bulan. Meski usahanya sudah maju dan omzetnya menggelembung, tapi Ado mengaku tetap hidup sederhana. Pengalaman di masa lalu mengajarinya untuk hidup sederhana. Kesabaran dan keuletan Ado terbayar sekarang ini.























Saat itu larut malam dan semua orang beranjak meninggalkan bangunan megah tersebut kecuali seorang wanita muda yang duduk dalam bayang-bayang dedaunan pohon yang berdiri kokoh tepat di depan butik itu. Di siang hari, jalanan di depan butik sarat akan debu kotor, namun di malam hari embun yang terbentuk di udara serta-merta menyingkirkan serpihan debu dari permukaan jalan. Itulah sebabnya si wanita muda itu senang duduk di sana, saat semua orang justru ingin pulang ke rumah,ia lebih tertarik melihat manekin yang bagaikan dewi berbalut pakaian yang menggugah hati tersebut, seolah suasana malam sunyi membawanya ke alam lain.
Malam berganti pagi, pagi berganti siang, siang berganti malam, selalu saja wanita muda itu terlihat disana. “Mengapa ia tidak pergi?” pikir  wanita  dari seberang. Membawa bertumpuk – tumpuk kain, berteriak, memanggil, siapa saja yang melintas didepannya. Malu? sudah pasti. Satu lembar kain lima ribu rupiah, tiga lembar kain duabelas ribu rupiah, proses tawar-menawar itu tidak jarang membuatnya malu, hingga pipinya memerah, sebagaimana semua orang pasti merasakan hal yang sama jika mereka ada di posisinya. Berkali – kali sudah Pelangi mempermalukan diri.Cuma itu?, tentu tidak. memperlihatkan berbagai macam gaya dengan harapan dapat menghipnotis orang – orang yang bejalan lewat didepannya. Tidak banyak yang memperdulikannya, bahkan tidak sedikit yang hanya melihat dan langsung berjalan pergi.
“Haruskah aku berpidah ke depan gedung itu? atau haruskah aku masuk kedalamnya?”pikiran pelangi melayang.
Aku menjauhi trotoar, berjalan maju beberapa langkah dengan wajah tengadah, lalu dari tengah jalan, seraya mengatupkan kedua tangan agar membentuk corong di sekitar mulut, aku berteriak sekeras-kerasnya: “Lihat saja Aku bisa lebih dari kalian, Aku bisa, aku pasti bisa”
Semua orang melihatnya, tapi ia tidak peduli. Ia lebih memilih melanjutkan jalannya menuju rumah dengan mata berkaca kaca, sambil dalam hati memohon “ Ibu, tolong bantu aku”
Termenung sendiri di rumah yang kecil, ia terdiam melihat layar ponselnya. Satu jam, dua jam, tiga jam waktu berlalu, “tapi apa yang aku bisa?” diam?menangis?atau mungkin berteriak bagaikan orang gila?apakah itu akan mengubah nasibku, sebenarnya apa aku ini?
Sedetik kemudian ia sudah memegang sebuah buku yang berisi gambaran, sejak kecil ia memang sudah biasa menggambar busana, ia tersenyum melihat rancanganngannya. membolak-balikkan buku itu memang sudah menjadi kebiasaan disetiap malam-malamnya yang sunyi. Tetapi malam ini berbeda ia mencoba untuk membuat salah satu baju rancangannya dengan mesin jahit tua peninggalan neneknya. Ia berusaha membuatnya sebaik mungkin, mencoba pakaian itu dan melihatnya dikaca, ia merasa ada yang kurang. Lalu ia bergegas mengambil kain- kain yang ada dan menjadikannya hijab yang indah bahkan ada bentuk seperti bunga mawar diatasnya, tidak lupa ia memotret dirinya dan mengunggahnya ke dalam Facebook, ya facebook memang media yang pas untuk berkomunikasi dengan teman yang jaraknya jauh.
Siapa sangka dipagi hari ia mendapat kejutan dengan banyaknya komentar tentang desain baju dan hijabnya, “Wah,bagus” , “pesan satu dong”, sedikit demi sedikit perubahanpun terjadi, Pelangi mendapat banyak tawaran, dari awalnya hanya punya 5 orang karyawan sekarang sudah berkembang menjadi 350 karyawan yang membantunya.
Tinggalnya pun sudah tidak dirumah kecil itu, ia tinggal di rumah yang cukup besar bahkan mengajak kedua orang tuanya untuk tinggal bersama. Seiring berjalannya waktu usahanya berjalan dengan pesat, bahkan ia kerap diundang dalam pagelaran busana yang diadakan di negeri tetangga, busana yang sudah menjadi kebutuhan utama dan juga desain yang terus berubah – ubah setiap musimnya memberi keuntungan tersendiri bagi Pelangi.
Malam sudah larut, saat kebanyakan orang akan memilih pergi kerumahnya masing-masing untuk melepas penat, tetapi tidak untuk Pelangi ia memilih untuk menyusuri jalan dan duduk dibawah pohon besar yang menghadap pada sebuah bangunan megah, ya tepat di depan butik itu. Kemudian ia berkata  pelan “Aku bisa, sekarang kalian sudah lihat kan, aku bisa lebih dari yang kalian kira”















Pria berpakaian “dinas” celana pendek jin dan kemeja lengan pendek yang ujung lengannya tidak dijahit, ini adalah salah satu sosok entrepreneur sukses yang memulai usahanya benar-benar dari bawah dan bukan berasal dari keluarga wirausaha. Pendiri dan pemilik tunggal Kem Chicks (supermarket), ini mantan sopir taksi dan karyawan Unilever yang kemudian menjadi pengusaha sukses.
Titik balik yang getir menimpa keluarga Bob Sadino. Bob rindu pulang kampung setelah merantau sembilan tahun di Amsterdam, Belanda dan Hamburg, Jerman, sejak tahun 1958. Ia membawa pulang istrinya, mengajaknya hidup serba kekurangan. Padahal mereka tadinya hidup mapan dengan gaji yang cukup besar.
Sekembalinya di tanah air, Bob bertekad tidak ingin lagi jadi karyawan yang diperintah atasan. Karena itu ia harus kerja apa saja untuk menghidupi diri sendiri dan istrinya. Ia pernah jadi sopir taksi. Mobilnya tabrakan dan hancur. Lantas beralih jadi kuli bangunan dengan upah harian Rp 100.
Suatu hari, temannya menyarankan Bob memelihara ayam untuk melawan depresi yang dialaminya. Bob tertarik. Ketika beternak ayam itulah muncul inspirasi berwirausaha. Bob memperhatikan kehidupan ayam-ayam ternaknya. Ia mendapat ilham, ayam saja bisa berjuang untuk hidup, tentu manusia pun juga bisa.
Sebagai peternak ayam, Bob dan istrinya, setiap hari menjual beberapa kilogram telor. Dalam tempo satu setengah tahun, ia dan istrinya memiliki banyak langganan, terutama orang asing, karena mereka fasih berbahasa Inggris. Bob dan istrinya tinggal di kawasan Kemang, Jakarta, di mana terdapat banyak menetap orang asing.
Tidak jarang pasangan tersebut dimaki pelanggan, babu orang asing sekalipun. Namun mereka mengaca pada diri sendiri, memperbaiki pelayanan. Perubahan drastis pun terjadi pada diri Bob, dari pribadi feodal menjadi pelayan. Setelah itu, lama kelamaan Bob yang berambut perak, menjadi pemilik tunggal super market (pasar swalayan) Kem Chicks. Ia selalu tampil sederhana dengan kemeja lengan pendek dan celana pendek.
Bisnis pasar swalayan Bob berkembang pesat, merambah ke agribisnis, khususnya holtikutura, mengelola kebun-kebun sayur mayur untuk konsumsi orang asing di Indonesia. Karena itu ia juga menjalin kerjasama dengan para petani di beberapa daerah.
Bob percaya bahwa setiap langkah sukses selalu diawali kegagalan demi kegagalan. Perjalanan wirausaha tidak semulus yang dikira. Ia dan istrinya sering jungkir balik. Baginya uang bukan yang nomor satu. Yang penting kemauan, komitmen, berani mencari dan menangkap peluang.
Di saat melakukan sesuatu pikiran seseorang berkembang, rencana tidak harus selalu baku dan kaku, yang ada pada diri seseorang adalah pengembangan dari apa yang telah ia lakukan. Kelemahan banyak orang, terlalu banyak mikir untuk membuat rencana sehingga ia tidak segera melangkah. “Yang paling penting tindakan,” kata Bob.
Keberhasilan Bob tidak terlepas dari ketidaktahuannya sehingga ia langsung terjun ke lapangan. Setelah jatuh bangun, Bob trampil dan menguasai bidangnya. Proses keberhasilan Bob berbeda dengan kelaziman, mestinya dimulai dari ilmu, kemudian praktik, lalu menjadi trampil dan profesional.
Menurut Bob, banyak orang yang memulai dari ilmu, berpikir dan bertindak serba canggih, arogan, karena merasa memiliki ilmu yang melebihi orang lain.
Sedangkan Bob selalu luwes terhadap pelanggan, mau mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. Dengan sikap seperti itu Bob meraih simpati pelanggan dan mampu menciptakan pasar. Menurut Bob, kepuasan pelanggan akan menciptakan kepuasan diri sendiri. Karena itu ia selalu berusaha melayani pelanggan sebaik-baiknya.
Bob menempatkan perusahaannya seperti sebuah keluarga. Semua anggota keluarga Kem Chicks harus saling menghargai, tidak ada yang utama, semuanya punya fungsi dan kekuatan.
Anak Guru
Kembali ke tanah air tahun 1967, setelah bertahun-tahun di Eropa dengan pekerjaan terakhir sebagai karyawan Djakarta Lloyd di Amsterdam dan Hamburg, Bob, anak bungsu dari lima bersaudara, hanya punya satu tekad, bekerja mandiri. Ayahnya, Sadino, pria Solo yang jadi guru kepala di SMP dan SMA Tanjungkarang, meninggal dunia ketika Bob berusia 19.
Modal yang ia bawa dari Eropa, dua sedan Mercedes buatan tahun 1960-an. Satu ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan. Ketika itu, kawasan Kemang sepi, masih terhampar sawah dan kebun. Sedangkan mobil satunya lagi ditaksikan, Bob sendiri sopirnya.
Suatu kali, mobil itu disewakan. Ternyata, bukan uang yang kembali, tetapi berita kecelakaan yang menghancurkan mobilnya. “Hati saya ikut hancur,” kata Bob. Kehilangan sumber penghasilan, Bob lantas bekerja jadi kuli bangunan. Padahal, kalau ia mau, istrinya, Soelami Soejoed, yang berpengalaman sebagai sekretaris di luar negeri, bisa menyelamatkan keadaan. Tetapi, Bob bersikeras, “Sayalah kepala keluarga. Saya yang harus mencari nafkah.”
Untuk menenangkan pikiran, Bob menerima pemberian 50 ekor ayam ras dari kenalannya, Sri Mulyono Herlambang. Dari sini Bob menanjak: Ia berhasil menjadi pemilik tunggal Kem Chicks dan pengusaha perladangan sayur sistem hidroponik.Lalu ada Kem Food, pabrik pengolahan daging di Pulogadung, dan sebuah “warung” shaslik di Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta. Catatan awal 1985 menunjukkan, rata-rata per bulan perusahaan Bob menjual 40 sampai 50 ton daging segar, 60 sampai 70 ton daging olahan dan 100 ton sayuran segar.
“Saya hidup dari fantasi” kata Bob menggambarkan keberhasilan usahannya



CERPEN KEWIRAUSAHAAN
PELITA  BERCAHAYA  PELANGI
Oleh : dian prawirantari
          Saat itu larut malam dan semua orang beranjak meninggalkan bangunan megah tersebut kecuali seorang wanita muda yang duduk dalam bayang-bayang dedaunan pohon yang berdiri kokoh tepat di depan butik itu. Di siang hari, jalanan di depan butik sarat akan debu kotor, namun di malam hari embun yang terbentuk di udara serta-merta menyingkirkan serpihan debu dari permukaan jalan. Itulah sebabnya si wanita muda itu senang duduk di sana, saat semua orang justru ingin pulang ke rumah,ia lebih tertarik melihat manekin yang bagaikan dewi berbalut pakaian yang menggugah hati tersebut, seolah suasana malam sunyi membawanya ke alam lain.
            Malam berganti pagi, pagi berganti siang, siang berganti malam, selalu saja wanita muda itu terlihat disana. “Mengapa ia tidak pergi?” pikir  wanita  dari seberang. Membawa bertumpuk – tumpuk kain, berteriak, memanggil, siapa saja yang melintas didepannya. Malu? sudah pasti. Satu lembar kain lima ribu rupiah, tiga lembar kain duabelas ribu rupiah, proses tawar-menawar itu tidak jarang membuatnya malu, hingga pipinya memerah, sebagaimana semua orang pasti merasakan hal yang sama jika mereka ada di posisinya. Berkali - kali sudah Pelangi mempermalukan diri.Cuma itu?, tentu tidak. memperlihatkan berbagai macam gaya dengan harapan dapat menghipnotis orang – orang yang bejalan lewat didepannya. Tidak banyak yang memperdulikannya, bahkan tidak sedikit yang hanya melihat dan langsung berjalan pergi.
“Haruskah aku berpidah ke depan gedung itu? atau haruskah aku masuk kedalamnya?”pikiran pelangi melayang.
Aku menjauhi trotoar, berjalan maju beberapa langkah dengan wajah tengadah, lalu dari tengah jalan, seraya mengatupkan kedua tangan agar membentuk corong di sekitar mulut, aku berteriak sekeras-kerasnya: “Lihat saja Aku bisa lebih dari kalian, Aku bisa, aku pasti bisa”
Semua orang melihatnya, tapi ia tidak peduli. Ia lebih memilih melanjutkan jalannya menuju rumah dengan mata berkaca kaca, sambil dalam hati memohon “ Ibu, tolong bantu aku”
            Termenung sendiri di rumah yang kecil, ia terdiam melihat layar ponselnya. Satu jam, dua jam, tiga jam waktu berlalu, “tapi apa yang aku bisa?” diam?menangis?atau mungkin berteriak bagaikan orang gila?apakah itu akan mengubah nasibku, sebenarnya apa aku ini?
            Sedetik kemudian ia sudah memegang sebuah buku yang berisi gambaran, sejak kecil ia memang sudah biasa menggambar busana, ia tersenyum melihat rancanganngannya. membolak-balikkan buku itu memang sudah menjadi kebiasaan disetiap malam-malamnya yang sunyi. Tetapi malam ini berbeda ia mencoba untuk membuat salah satu baju rancangannya dengan mesin jahit tua peninggalan neneknya. Ia berusaha membuatnya sebaik mungkin, mencoba pakaian itu dan melihatnya dikaca, ia merasa ada yang kurang. Lalu ia bergegas mengambil kain- kain yang ada dan menjadikannya hijab yang indah bahkan ada bentuk seperti bunga mawar diatasnya, tidak lupa ia memotret dirinya dan mengunggahnya ke dalam Facebook, ya facebook memang media yang pas untuk berkomunikasi dengan teman yang jaraknya jauh.
            Siapa sangka dipagi hari ia mendapat kejutan dengan banyaknya komentar tentang desain baju dan hijabnya, “Wah,bagus” , “pesan satu dong”, sedikit demi sedikit perubahanpun terjadi, Pelangi mendapat banyak tawaran, dari awalnya hanya punya 5 orang karyawan sekarang sudah berkembang menjadi 350 karyawan yang membantunya.
            Tinggalnya pun sudah tidak dirumah kecil itu, ia tinggal di rumah yang cukup besar bahkan mengajak kedua orang tuanya untuk tinggal bersama. Seiring berjalannya waktu usahanya berjalan dengan pesat, bahkan ia kerap diundang dalam pagelaran busana yang diadakan di negeri tetangga, busana yang sudah menjadi kebutuhan utama dan juga desain yang terus berubah – ubah setiap musimnya memberi keuntungan tersendiri bagi Pelangi.
            Malam sudah larut, saat kebanyakan orang akan memilih pergi kerumahnya masing-masing untuk melepas penat, tetapi tidak untuk Pelangi ia memilih untuk menyusuri jalan dan duduk dibawah pohon besar yang menghadap pada sebuah bangunan megah, ya tepat di depan butik itu. Kemudian ia berkata  pelan “Aku bisa, sekarang kalian sudah lihat kan, aku bisa lebih dari yang kalian kira”
-       END   -




Contoh Cerpen Tema Kewirausahaan
Tak Menyangka, Ternyata Dia Tahu

            Di tengah padatnya perkampungan kumuh di pinggir kota itu, tersimpan sebuah cerita di sebuah rumah kecil yang temboknya hanya terbuat dari anyaman bambu yang sudah mulai keropos digerogoti ribuan rayap-rayap kecil. Hanya atap yang sudah bolong di sana sini yang sanggup untuk menghalau teriknya sang raja siang dan menghalau dinginnya terpaan air hujan. Dalam rumah yang sesak dan pengap itu tinggallah seorang penjual jagung rebus bersama istri dan satu putrinya.

            Di kala suatu sore yang dihiasi oleh halilintar dan guntur, Wiyati, istri penjual jagung rebus itu mengayunkan pisau kecil nan tajam di genggamannya yang erat. Dikelupasnya satu per satu tumpukan jagung itu, yang dibelinya dari petani di kampung sebelah. Wiyati hanya mengelupas ba-

gian kulit terluar, sementara beberapa helaian kulit bagian dalam dibiarkannya menempel. Hanya dalam sekejap tumpukan jagung itu pun siap dimasukkan pada sebuah panci besar yang didalamnya sudah berisi air. Wiyati mulai menyalakan tungku kayu di bawah panci itu dan menjaga apinya agar tetap menyala. Jagung itu harus direbus selama berjam-jam. Disela-sela menunggu jagung-jagung tersebut masak, Wiyati menyiapkan ember-ember dan meletakkannya dibawah genteng-genteng yang bolong. Karena nampaknya rahmat Tuhan, yang berupa hujan akan segera turun.

            Sementara itu, dalam sebuah bilik kecil terlihat Astri sedang membaca buku untuk mempersiapkan Ulangan Akhir Semester 1 nya yang akan dimulai dua hari lagi. Hanya selang beberapa menit, Astri meletakkan bukunya dan berdiri. Dia berjalan mondar mandir di bilik tersebut. Anak semata wayang di keluarga itu terlihat sangat bingung. Bukan karena materi pelajaran yang dibacanya, namun ternyata karena siang tadi dia dipanggil oleh seorang guru di sekolahnya. Di SD Teratai III, tempat sekolah Astri, diberlakukan peraturan bahwa siswa tidak boleh mengikuti Ulangan Akhir Semester jika administrasi belum lunas. Ya, memang, Astri belum membayar beberapa buku di semester awal ini. Maka dari itu dia dipanggil oleh guru, supaya segera membayar. Jika ditotal mungkin sekitar Rp 320.000. Tapi, tak tega rasanya Astri meminta uang kepada orang tuanya, itulah yang membuat ia bingumg. Akhir-akhir ini, keuangan keluarga tersebut memang menurun, apalagi sebentar lagi akhir bulan, sehingga keluarga tersebut harus membayar tagihan listrik dan tagihan air. Sementara orang tua Astri hanya penjual jagung rebus. Keuntungan yang didapat tak seberapa, apalagi jagung untuk modal harus dibeli, jadi keuntungannya dipotong lagi untuk modal. “Haaaaaahhh.......!” Astri menghela napas panjang.

Akhirnya Astri memutuskan untuk keluar dari bilik kecilnya yang sempit dan menemui ibunya di dapur.
“Sudah selesai belajarnya?” tanya Wiyati.
“Belum, eeehmmm...... . Bapak belum pulang?”
“Belum.”
“Sudah hampir hujan kok bapak belum pulang sih, bu?”
“Mungkin jagungnya belum habis. Ayo makan dulu saja. Belajarnya nanti lagi.”
“Nggak nunggu bapak makannya?”
“Kayaknya bapak nanti pulang agak malam, soalnya tadi berangkatnya agak telat. Kita makan dulu saja.”
“Ya, bu.” Jawab Astri singkat.
“Sebenarnya Astri ingin bicara tentang pembayaran buku, tapi... ya sudahlah, makan dulu.” gumam Astri saat ibunya menyiapkan makanan.

“Duaaaarrrrr!” Suara guntur mengagetkan Wiyati dan Astri yang tengah bersiap-siap makan. Tak selang berapa lama, hujan deras pun turun disertai kilatan petir. Mereka bergegas untuk makan. Hanya sekedar nasi dan tahu yang menghiasi piring mereka di malam itu. Namun keduanya tetap bersyukur karena masih diberi santapan yang bisa mengisi perut mereka. Baru beberapa suapan, tiba-tiba saja lampu bohlam di atas meja makan berkedip-kedip dan mati.
“Apa kita belum membayar tagihan listrik?” tanya Wiyati kepada anaknya.
“Tidak, bu. Ini baru tanggal 26.” Jawab Astri, seolah tahu arah pembicaraan ibunya.
“Mungkin karena hujan, listriknya mati. Aku mau lihat depan dulu.” Sambung Astri. Astri pun berjalan menuju pintu depan.
“Iya, bu. Satu kampung listriknya padam. Bapak nanti bagaimana pulangnya?” Tanya Astri yang mengkhawatirkan bapaknya yang tengah menjajakan jagung rebus.
“Nanti kalau hujannya sudah reda ya pulang.” Jawab Wiyati dengan nada santai.

            Kemudian Wiyati menuju dapur untuk menjaga api yang digunakan untuk merebus jagungnya. Astri turut menemani ibunya di dapur. Astri sepertinya lupa dengan administrasi pembayaran buku sekolahnya. Detik demi detik, menit demi menit, hingga beberapa jam pun berlalu. Hujan belum reda, guntur dan petir belum berhenti, lampu pun masih padam. Astri kelihatan sudah mulai mengantuk, karena hari semakin malam. Wiyati masih di dapur, Astri berjalan menuju bilik kamarnya dan bergegas tidur supaya besok bisa belajar di sekolah tanpa mengantuk.

            Keesokan harinya, Astri bangun dan keluar dari biliknya. Dia melihat ibunya masih tidur di kursi panjang dekat pintu depan. Tak seperti biasanya, Wiyati tidur di situ. Astri pun membangunkan Wiyati. Ternyata bapaknya Astri belum pulang, sehingga Wiyati tidur di dekat pintu untuk berjaga-jaga kalau suaminya pulang. Tiba-tiba terdengar suara gedoran pintu dari luar. Wiyati merasa bahagia, dia pun membukakan pintu. Wiyati memandangi laki-laki di depannya. Awalnya Wiyati mengira kalau dia adalah suaminya, tapi setelah Wiyati melihat lagi ternyata dia adalah saudara kembar dari suaminya, namanya Heru. Heru mengatakan bahwa adik kembarnya, yang bernama Teri sedang ada di rumah sakit karena tadi malam tertimpa pohon yang tumbang disambar petir. Heru pun membawa Wiyati dan Astri ke rumah sakit di mana Teri dirawat. Mereka pun sampai di rumah sakit, Teri ternyata tidak apa-apa, hanya beberapa goresan dan memar di kaki kirinya. Teri kemudian memberi uang kepada anaknya, Astri, untuk membayar buku pelajaran. “Kok bapak tahu? Aku kan belum bilang ke bapak?” tanya Astri dengan heran. “ Bapak kan tahu kalau kamu akan menghadapi Ulangan Akhir Semester, jadi sudah pasti kalau semua administrasi harus lunas. Ngomong-ngomong kamu nggak sekolah?”. “Inikan hari Ahad, pak!”

Unsur intrinsik dari cerpen berjudul "Tak Menyangka, Ternyata Dia Tahu"
Tematik                       : Profil Kewirausahaan
Tema                           : Kebutuhan Hidup
Tujuan                         : Menafkahi keluarga
Bahan
a.       Alur                     : maju
b.      Setting
-          Tempat          : di rumah ( dapur, bilik kamar, dekat pintu) dan rumah sakit
-          Waktu           : sore, malam, keesokan hari
-          Suasana         : bingung, khawatir, senang
c.       Penokohan
-          Wiyati           : pekerja keras, selalu bersyukur, bersikap tenang
-          Astri              : penyayang, selalu bersyukur
-          Teri                : pekerja keras, perhatian
-          Heru              : baik
d.      Sudut pandang    : orang ketiga pelaku utama
e.       Gaya bahasa        : majas perbandingan
f.       Amanat                :
-          Meskipun dalam kesulitan, kita harus senantiasa bersyukur dan tetap bersikap tenang.

 Unsur ekstrinsik
1.      Latar kepengarangan penulis
Penulis menjumpai berbagai realita di masyarakat yang masih hidup di antara kemiskinan dan tinggal di lingkungan yang kumuh.
2.      Lingkungan pengarang
Dalam lingkungan si pengarang, terdapat berbagai macam kewirausahaan yang dilakukan oleh seseorang untuk menafkahi keluarga.
3.      Biografi pengarang
Cerpen berjudul “Tak Menyangka, Ternyata Dia Tahu” dikarang oleh Suci Rohmawati. Dia lahir di Sragen, 5 Oktober 1998. Pernah sekolah di TK Pertiwi II. Kemudian melanjutkan di SD Negeri Bumiaji 2. Setelah lulus SD, dia melanjutkan ke SMP Negeri 2 Gondang. Dan di tahun 2014 ini dia sekolah di SMA Negeri 1 Sragen, sekarang di kelas XI-MIA 6. Cerpen di atas merupakan cerpen perdananya di kelas XI ini. Sebelumnya di pernah membuat cerpen dan puisi pada saat SMP.

Sebelum menulis cerpen, kita harus membuat kerangka karangan terlebih dahulu. Tujuan membuat kerangka karangan salah satunya untuk menghindari terjadinya pengulangan topik dalam cerita. Contohnya dari cerpen di atas, kerangka karangannya sebagai berikut :
-          Perkenalan
-          Mengupas jagung dan merebusnya
-          Menyiapkan ember di bawah genteng yang bolong
-          Astri bingung tentang administrasi buku sekolah
-          Menyiapkan makan malam
-          Makan malam
-          Hujan deras dan lampu padam
-          Bapak belum pulang
-          Wiyati di dapur
-          Astri tidur
-          Bangun tidur
-          Ada tamu
-          Ke rumah sakit
-          Teri memberi uang pada Astri





Kisah Sukses Wirausaha Jamur Kriuk
Fatoni adalah seorang contoh wirausaha sukses yang menekuni bisnis jamur kriuk. Mungkin anda masih memandang sebelah tangan makanan yang satu ini. Namun, makanan Jamur kriuk ini mampu mendatangkan limpahan rupiah buat Fatoni. Sebelum sukses membangun bisnis waralaba Jamur Kriuk, Fatoni telah gagal membangun bisnis konstruksi dan penerbitan. Bahkan ia pernah merasakan pahitnya menjadi pengangguran walaupun sudah mencoba mencari pekerjaan di Jakarta. Tapi pintu sukses bagi Fatoni terbuka usai memperistri gadis idamannya, Lita Desita Permatasari.Menjadi wirausaha sukses adalah cita-cita Fatoni. Pemilik CV Manggala Karya Abadi (MKA) di Purwokerto, Jawa Tengah, ini sejak kecil sudah mendambakan memiliki usaha yang bisa mempekerjakan orang lain. Demi mengejar cita-cita ini, saat masih duduk di bangku SMA, Fatoni juga tak sungkan berjualan beras. Ketika itu, untuk melanjutkan sekolah, Fatoni harus indekos di Cilacap. Lantaran kiriman dari orangtua juga pas - pasan. Fatoni pun berjualan beras agar dapat membayar ongkos indekos. "Pelanggan saya adalah para tetangga kos," kata wirausaha waralaba Jamur Kriuk ini. Tapi usaha itu tidaklah lama, Fatoni terpaksa gulung tikar karena ditipu teman kosnya sendiri hingga modal dagangnya pun melayang. "Berasnya diambil namun tidak dibayar," kenang Fatoni. Namun pengalaman buruk itu justru semakin melecut pria kelahiran 4 April 1982 ini untuk mendalami ilmu berbisnis. Begitu lulus SMA, Toni melamutkan kuliah di Jakarta hingga meraih gelar magister manajemen. Merasa ilmunya sudah mumpuni. Fatoni membuka , perusahaan patungan bidang konstruksi dan penerbitan bersama sahabatnya. Tapi sayang, usaha ini gagal. Saat itu Fatoni sempat meratapi kegagalannya itu. Tapi ia juga tidak mau berlama-lama larut didalam kesedihan. Fatoni berusaha bangkit kembali dengan mencoba mencari pekerjaan di Jakarta. Tetapi Ibukota tak mampu memberi harapan masa depan untuk Fatoni. Ketika itu, Fatoni sempat melamar ke perusahaan otomotif dan perbankan, namun dua perusahaan itu tak memberinya kesempatan. Gagal mencari pekerjaan di Jakarta, Fatoni pun terpaksa mudik ke rumah orangtuanya di Purwokerto. Di kampung, Fatoni juga tak memiliki pekerjaan tapi dia tetap percaya diri menikahi gadis impiannya, Lita Desita Permatasari. Walaupun tidak memiliki penghasilan tetap, jodoh saya ternyata datang," ujarnya, senang. Dengan sang isteri, Fatoni pun memulai lembaran baru dalam hidupnya. Karena tidak memiliki pekerjaan, Fatoni sempat menemui kegagalan berbisnis konstruksidan penerbitan. Fatoni mengisi hari-harinya membantu usaha mertua berbisnis rumah makan. Saat membantu bisnis keluarga istrinya itulah Fatoni mendapatkan inspirasi untuk berbisnis makanan. Apalagi mertua dan istrinya mahir memasak. Guna mewujudkan impian bisnisnya itu, Fatoni berusaha mencari informasi lengkap tentang peluang usaha makanan dari berbagai lileratur. Dari situlah, Fatoni menemukan konsep bisnis waralaba. "Konsep ini saya diskusikan dengan istri, temyata dia setuju," ujar Fatoni. Setelah konsep bisnis selesai, Fatoni masih bingung, kira-kira makanan apa yang bisa dijual dan laris manis sehingga dengan gampang bisa diwaralabakan. "Kebetulan ketika itu isteri saya memasak jamur goreng dan rasanya enak. Saya pikir, inilah menu yang pas untuk usaha saya," cerita Fatoni, panjang lebar. Fatoni mulai bereksperimen. Dia meminta sang isteri untuk membuat jamur goreng namun dengan aneka varian rasa. Dan temyata, jamur goreng dengan aneka rasa ini memang enak bila jamur digoreng kering dan garing renyah. Lita Desita, isteri Fatoni, menambahkan, dia bersama suaminya tidak memerlukan waktu lama untuk mengeksekusi wirausaha jamur kriuk itu. Setelah konsepnya matang dan produknya sudah ada, kami langsung membuka usaha jamur ini," terang LitaTemyata, perhitungan Fatoni benar, jamur goreng itu laris manis. Berkat pergaulan Fatoni yang luwes, para terwaralaba pun berdatangan. Mereka ingin berbisnis jamur goreng yang kemudian diberi nama Jamur Kriuk im Dalam pandangan sang istri, Fatoni memang sosok yang mudah bergaul. Itulah sebabnya, dia tak kesulitan menjaring investor untuk mengembangkan bisnis. Namun, Lita juga menyadari kelemahan sang suami yang mudah percaya kepada orang lain. Ini sering disalahgunakan." kata lita Lita menilai kesuksesan suaminya itu tidak lepas dari kerja keras mereka setelah hidup bersama "Sebagai kepala keluarga, dia tidak mau ambil keputusan sendiri, tapi selalu lewat diskusi dulu," ungkap Lita 


















Anak Lelaki Yang Menjadi Pengusaha Sukses

            Pada suatu ketika Usman terlahir dan dibesarkan di keluarga miskin , dia membentuk karakter menjadi seorang pekerja keras dan tak pantang menyerah . sejak kecil ia sudah harus melakoni pekerjaan yang seharusnya dikerjakan oleh orang dewasa hanya dengan mengandalkan hasil panen sawah , itupun Cuma beberapa petak . Bapa Asep dan ibu Siti yang tidak lain adalah ayah dan ibu dari 7 orang anak , keluarga tersebut sangat kesulitan untuk membiayai kebutuhan keluarganya . Jangankan memikirkan pendidikan Usman beserta saudara-saudaranya , biaya hidup sehari-hari saja sulitnya bukan main . Hari berganti hari hanya berkutat pada upayanya untuk bertahan hidup , alih-alih menyusun perencanaan masa depan bagi anak-anaknya saat itu , masa depan bagi Usman adalah gambaran akan kegitaran hidup yang siap mencengkram di masa depan .

            Keadaan demikian yang menjadikan Usman yang usia nya masih kecil kala itu , sudah harus memikirkan hal-hal yang semestinya menjadi beban orang tua saat itu . saat Usman duduk di bangku SD , Usman sudah harus bersiasat dengan waktu . Ketika waktu sholat subuh baru saja berlalu Usman sudah harus meninggalkan rumah kala hari masih gelap dengan semangatnya ia menyusuri tiap semak-semak belukar di pinggir kampung mencari sebuah kelapa yang mungkin jatuh di malam tadi kebetulan beruntung kelapa tersebut di bawa ke sekolah untuk ditukarkan sama kue yang menjadi favoritnya saat itu . Kalau nasib Usman kurang beruntung , terpaksa dia harus gigit jari melihat teman-teman lainnya menikmati kue di kala ia istirahat . Segera setelah pulang sekolah , Usman sudah ada di pinggir kampung , mengembala kerbau . Di kala waktu musim padi tiba Usman harus ikut membantu orang tuannya membajak sawah .

            “Pernah suatu ketika , Usman membajak pada jam 2 malam sebab ke esokan harinya , saya harus ikut ulangan sekolah “ . Memasuki bangku SMP , Usman tumbuh menjadi pemuda dalam usia 16 tahun yang berbadan kekar dan kuat , sudah tentu sangat mengagumkan . Dengan begitu dia merasa sangat percaya diri melakukan pekerjaan-pekerjaan yang lebih berat dari pekerjaan sebelumnya . pada usia anak SMP Usman menjadi kuli angkut di pasar , kuli bangunan , dan melakoni pekerjaan orang dewasa lainnya . Saat truk angkut tiba Usman bersama teman-temannya di kampung , menjadi kuli angkutan barang dari mobil ke took-toko . diantara semua kuli angkutan Usman  dan anak kuli lainnya . dari pengalaman menjadi kuli angkut Usman berfikiran untuk merekam kegiatan bisnis tersebut

            Dalam usia Usman yang beranjak mulai dewasa , Usman membuka usaha-usaha yang menurutnya pantas untuk disalukan kepada orang-orang yang sangat membutuhkan pekerjaan . Ia pun membuka usaha laundry yang menurutnya bisa membantu orang-orang yang membutuhkan pekerjaan , dan Usman melakukan usaha itu dengan mengandalkan 5 orang karyawan lalu dia membagi-bagikan karyawannya di setiap sudut-sudut pekerjaan yang di tetapkan oleh Usman .

            Usman pun sudah bisa mendapatkan penghasilan yang menurutnya cukup untuk kebutuhan lainnya . lalu Usman membuka cabang usaha laundry nya lagi di luar kota dan memperkerjakan orang lain yang sangat dipercayainya untuk menjaga usaha laundrynya , lalu Usman cukup mengatur karyawannya agar lebih santun kepada konsumen yang berlangganan ke laundrynya . Usman sangat senang dan gembira membuka usaha laundry ini , keluarganya pun begitu gembiranya melihat anaknya menjadi pengusaha yang sukses .

            Usman pun berkepikiran ingin mengajak kedua orangtuanya untuk melaksanakan naik haji dan Usman sudah bisa membahagiakan orang tuanya yang mengurus dia dari kecil sampai menjadi orang sukses seperti sekarang . Sepulang dari mekah Usman memperkenalkan seorang wanita yang bernama Tuti Sulistiawati kepada kedua orangtuannya , lalu Usman meminta kepada bapa dan ibunya supaya bisa merestui / menikahi wanita yang sangat di sayanginya . Lalu kedua orangtuanya pun merestui Usman untuk menikahi wanita tersebut , kemudian Usman tidak menunda-nunda untuk menikahi wanita tersebut .

            Sudah berajak sekitar 2 tahun menikah Usman dan istrinya dikaruniai seorang anak perempuan yang bernama Salma , Usman pun sangat bahagia sekali mengurus anak dan istrinya dan hidup senang yang jauh dari keterpurukan kemiskinan yang pernah dialaminya sewaktu dia kecil

















Kisah Sukses Wirausaha Jamur Kriuk   Fatoni adalah seorang contoh wirausaha sukses yang menekuni bisnis jamur kriuk. Mungkin anda masih memandang sebelah tangan makanan yang satu ini. Namun, makanan Jamur kriuk ini mampu mendatangkan limpahan rupiah buat Fatoni. Sebelum sukses membangun bisnis waralaba Jamur Kriuk, Fatoni telah gagal membangun bisnis konstruksi dan penerbitan. Bahkan ia pernah merasakan pahitnya menjadi pengangguran walaupun sudah mencoba mencari pekerjaan di Jakarta. Tapi pintu sukses bagi Fatoni terbuka usai memperistri gadis idamannya, Lita Desita Permatasari.Menjadi wirausaha sukses adalah cita-cita Fatoni. Pemilik CV Manggala Karya Abadi (MKA) di Purwokerto, Jawa Tengah, ini sejak kecil sudah mendambakan memiliki usaha yang bisa mempekerjakan orang lain. Demi mengejar cita-cita ini, saat masih duduk di bangku SMA, Fatoni juga tak sungkan berjualan beras. Ketika itu, untuk melanjutkan sekolah, Fatoni harus indekos di Cilacap. Lantaran kiriman dari orangtua juga pas - pasan. Fatoni pun berjualan beras agar dapat membayar ongkos indekos. "Pelanggan saya adalah para tetangga kos," kata wirausaha waralaba Jamur Kriuk ini. Tapi usaha itu tidaklah lama, Fatoni terpaksa gulung tikar karena ditipu teman kosnya sendiri hingga modal dagangnya pun melayang. "Berasnya diambil namun tidak dibayar," kenang Fatoni. Namun pengalaman buruk itu justru semakin melecut pria kelahiran 4 April 1982 ini untuk mendalami ilmu berbisnis. Begitu lulus SMA, Toni melamutkan kuliah di Jakarta hingga meraih gelar magister manajemen. Merasa ilmunya sudah mumpuni. Fatoni membuka , perusahaan patungan bidang konstruksi dan penerbitan bersama sahabatnya. Tapi sayang, usaha ini gagal. Saat itu Fatoni sempat meratapi kegagalannya itu. Tapi ia juga tidak mau berlama-lama larut didalam kesedihan. Fatoni berusaha bangkit kembali dengan mencoba mencari pekerjaan di Jakarta. Tetapi Ibukota tak mampu memberi harapan masa depan untuk Fatoni. Ketika itu, Fatoni sempat melamar ke perusahaan otomotif dan perbankan, namun dua perusahaan itu tak memberinya kesempatan. Gagal mencari pekerjaan di Jakarta, Fatoni pun terpaksa mudik ke rumah orangtuanya di Purwokerto. Di kampung, Fatoni juga tak memiliki pekerjaan tapi dia tetap percaya diri menikahi gadis impiannya, Lita Desita Permatasari. Walaupun tidak memiliki penghasilan tetap, jodoh saya ternyata datang," ujarnya, senang. Dengan sang isteri, Fatoni pun memulai lembaran baru dalam hidupnya. Karena tidak memiliki pekerjaan, Fatoni sempat menemui kegagalan berbisnis konstruksidan penerbitan. Fatoni mengisi hari-harinya membantu usaha mertua berbisnis rumah makan. Saat membantu bisnis keluarga istrinya itulah Fatoni mendapatkan inspirasi untuk berbisnis makanan. Apalagi mertua dan istrinya mahir memasak. Guna mewujudkan impian bisnisnya itu, Fatoni berusaha mencari informasi lengkap tentang peluang usaha makanan dari berbagai lileratur. Dari situlah, Fatoni menemukan konsep bisnis waralaba. "Konsep ini saya diskusikan dengan istri, temyata dia setuju," ujar Fatoni. Setelah konsep bisnis selesai, Fatoni masih bingung, kira-kira makanan apa yang bisa dijual dan laris manis sehingga dengan gampang bisa diwaralabakan. "Kebetulan ketika itu isteri saya memasak jamur goreng dan rasanya enak. Saya pikir, inilah menu yang pas untuk usaha saya," cerita Fatoni, panjang lebar. Fatoni mulai bereksperimen. Dia meminta sang isteri untuk membuat jamur goreng namun dengan aneka varian rasa. Dan temyata, jamur goreng dengan aneka rasa ini memang enak bila jamur digoreng kering dan garing renyah. Lita Desita, isteri Fatoni, menambahkan, dia bersama suaminya tidak memerlukan waktu lama untuk mengeksekusi wirausaha jamur kriuk itu. Setelah konsepnya matang dan produknya sudah ada, kami langsung membuka usaha jamur ini," terang LitaTemyata, perhitungan Fatoni benar, jamur goreng itu laris manis. Berkat pergaulan Fatoni yang luwes, para terwaralaba pun berdatangan. Mereka ingin berbisnis jamur goreng yang kemudian diberi nama Jamur Kriuk im Dalam pandangan sang istri, Fatoni memang sosok yang mudah bergaul. Itulah sebabnya, dia tak kesulitan menjaring investor untuk mengembangkan bisnis. Namun, Lita juga menyadari kelemahan sang suami yang mudah percaya kepada orang lain. Ini sering disalahgunakan." kata lita Lita menilai kesuksesan suaminya itu tidak lepas dari kerja keras mereka setelah hidup bersama "Sebagai kepala keluarga, dia tidak mau ambil keputusan sendiri, tapi selalu lewat diskusi dulu," ungkap Lita   



















Kisah Sukses Wirausaha Peyek dan Geplak

artikel tentang: Kisah Sukses Wirausaha Peyek dan Geplak
judul artikel: Profil Pengusaha Muda Sukses Lulusan SMA, Wirausaha Peyek & Geplak

Di balik kesuksesan pasti ada yang melatarbelakangi , dan kesuksesan mestinya di mulai dari nol dulu. Memang tidak gampang menjadi orang sukses, butuh usaha keras untuk mencapainya.
Kebanyakan lulusan perguruan tinggi yang sudah menjadi sarjana, bekerja di kantoran dengan setelan jas yang parlente dan mendapat gaji banyak dengan pangkat yang tinggi adalah hal yang menjadi mimpi mereka. Tapi, apakah mimpi itu semanis kenyataan yang ada? Sama sekali tidak. Bagi kalian yang sudah sarjana dan masih menjadi pengangguran, tidak ada salahnya anda menjadi seorang pengusaha. Menjadi pengusaha itu tidak akan menjadi anda hina atau mendadak tidak diakui kesarjanaan anda.
Dan jangan sekalipun meremehkan hal kecil dan jangan sekalipun meremehkan orang yang tidak selevel anda kesarjanaannya. Simak kisah seorang lulusan SMA yang sukses menjadi pengusaha muda yang menggeluti usaha makanan ringan dan jika dibandingkan dengan gaji seorang manajer bank, penghasilan pengusaha muda ini jauh berlipat lebih besar.
Kelik, Lulusan SMA yang Jadi Pengusaha Sukses
Meski hanya lulusan sekolah menengah atas, Arifdiarto Ambar Wirawan (35) atau yang akrab disapa Kelik berhasil menjadi pengusaha sukses. Usaha geplak dan peyek tumpuk yang sudah digelutinya selama 10 tahun ini mampu meraih omzet hingga Rp 60 juta per bulan.
Dengan margin 30 persen, Kelik bisa menyisakan keuntungan sekitar Rp 18 juta per bulan. Nilai yang luar biasa bagi pengusaha di Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta. Meski sudah sukses, ia belum merasa puas. Penambahan cabang gerai baru di kota lain menjadi obsesinya ke depan.
Kelik membuka usaha geplak dan peyek tumpuk bersama istrinya, Sri Kasih (32), di Jalan Wahid Hasyim, Bantul. Toko berukuran 5 x 8 meter itu berdampingan dengan rumah tempat tinggalnya sekaligus lokasi produksi. Dulu, toko itu hanya berupa bangunan bambu, tetapi kini sudah berkembang menjadi bangunan permanen dengan desain lebih menarik.
Dalam sehari, Kelik membutuhkan sekitar 2,5 kuintal gula pasir untuk membuat geplak. Untuk peyek tumpuk, ia butuh sekitar 50 kilogram kacang dan 25 kilogram tepung beras per hari. Untuk membantunya berproduksi, ia mempekerjakan 20 tenaga kerja.
Apa istimewanya geplak buatan Kelik. Menurut dia, ia hanya menggunakan gula asli tanpa pemanis sehingga rasa manisnya lebih mantap. Tak heran jika geplak yang dijual seharga Rp 16.000 per kilogram itu laris manis. ”Kalau bentuknya hampir sama produk milik orang lain, tetapi dari segi rasa, konsumen bisa membedakannya,” katanya.
Untuk membuat geplak, ia memakai kelapa, gula, dan aroma sesuai selera. Proses pembuatan geplak diawali dengan pemarutan kelapa lalu santannya ditempatkan di kuali dan dicampur dengan gula kemudian diaduk. Setelah dinaikkan ke tungku sekitar 4 jam, lalu diturunkan dan diberi aroma, olahan itu kemudian dibentuk dan diangin-anginkan selama 10 menit.
Menurut Kelik, produknya yang dinilai istimewa adalah peyek tumpuk. Sesuai dengan namanya, peyek tersebut dibuat dengan cara menyusun sehingga membentuk rangkaian peyek. Berbeda dengan peyek pipih yang dimasak dengan satu kali penggorengan, peyek tumpuk digoreng selama tiga kali.
Pertama, penggorengan dimaksudkan untuk membuat susunan peyek. Setelah terbentuk susunan, peyek dipindahkan ke penggorengan kedua. Pada penggorengan pertama, nyala api harus kuat agar efek panasnya tinggi. Tujuannya supaya kacangnya bisa lekas matang. Di penggorengan kedua, nyala api justru lebih kecil karena tujuannya supaya peyek secara keseluruhan bisa matang. ”Kalau apinya terlalu besar, bisa gosong,” ujar bapak tiga anak ini.
Sebelum masuk ke penggorengan terakhir, peyek terlebih dahulu diangin-anginkan selama semalam. Tujuannya supaya peyek benar-benar renyah dan gurih. Peyek tersebut dijual seharga Rp 32.000 per kilogram. Untuk proses pengapian, ia memanfaatkan tempurung kelapa.
”Untuk membuat peyek dan geplak, dalam sehari saya butuh sekitar 750 butir kelapa. Kalau tempurungnya tidak saya manfaatkan kan sayang. Hitung-hitung, ongkos produksi bisa ditekan, apalagi harga gas dan minyak tanah sudah sangat mahal,” katanya.
Ide pembuatan peyek tumpuk sebenarnya berasal dari mertuanya yang kebetulan bernama Mbok Tumpuk. Sebagai menantu, Kelik berhasil meningkatkan usaha mertuanya dengan tetap mempertahankan nama Mbok Tumpuk sebagai identitas produknya.
Menurut Kelik, membuka usaha di bidang makanan awalnya tergolong susah. Karena belum dikenal masyarakat, biasanya penjualan masih minim. Kalau tidak kuat, si pengusaha bisa saja memutuskan untuk berhenti.
”Bagi saya, usaha butuh konsistensi. Meski awalnya tidak laku, saya harus terus berproduksi. Saya tidak boleh menyerah. Konsistensi juga faktor utama untuk menumbuhkan kepercayaan pelanggan,” paparnya.
Selain konsistensi, lanjut Kelik, faktor kejujuran juga memegang peranan penting. Kepada pembeli, ia selalu menginformasikan soal masa kedaluwarsa produknya. Kalau waktunya tinggal sedikit, ia menyarankan pembeli tidak mengambilnya, apalagi jika peyek atau geplak tersebut akan dibawa ke luar kota.
Kelik hanya menjual geplak dan peyeknya di toko sendiri. Ia sengaja tidak menitipkannya ke toko-toko lain meski banyak permintaan. Ia khawatir bila dititipkan, harga dan kualitas tidak bisa terkontrol. ”Bisa saja di toko lain produk kami dijual sangat mahal. Mereka juga bisa saja menjual produk kedaluwarsa. Kalau sudah begitu, citra kami pasti hancur,” katanya.
Ia berharap bisa membuka gerai sendiri di kota-kota besar. Dengan pengendalian sendiri, ia yakin usahanya bisa maju karena semuanya lebih terkontrol. Sampai sekarang saja, Kelik bersama istri masih terlibat langsung dalam proses peracikan bumbu.
”Jangan terlalu percaya dengan karyawan. Semuanya harus kami monitor selama kami masih sanggup,” ujarnya.






Cerita Sukses Pedagang Bakso ( Tugas Technopreneurship )

seorang penjual bakso keliling yang setiap sore selalu ditunggu-tunggu oleh pelanggan. Ia berjualan bakso sejak saya masih remaja, dengan rasa yang biasa-biasa saja. Tetapi dalam lima tahun terakhir, saat penjual bakso mulai banyak, saya melihat perubahan yang besar. Selain rasa baksonya yang enak, rasa kuahnya juga sangat sedap, halal, harganya juga murah.
Pantas, setiap orang selalu menunggu-nunggu saat ia lewat. Namanya, Timbul. Nama ini, kini bukan sekedar nama bakso, tetapi sudah menjadi guyonan jika ada orang yang sedang berdiri di tepi jalan. Ketika ditanya, menunggu siapa? Jawaban slengekan sering dibalas dengan ucapan : menunggu Timbul.saya mendatangi rumahnya, menanyakan mengapa rasa baksonya  begitu enak, tekstur, kekenyalannya, juga rasanya. Semuanya dibuat alami, dari bahan halal, daging sapi beneran, bukan daging glonggongan, tanpa bahan pengawet karena selalu habis dalam sehari.
“Rahasianya apa kok baksonya enak,” tanya saya kepadanya, Timbul mau menceritakan perjalanan hidupnya, dari sejak berjualan bakso pertama kali, hingga hari ini. Jika dihitung-hitung, sudah lebih dari 15 tahun ia berjualan bakso.Iapun menceritakan, bagaimana ia setiap hari mencoba membuat bakso terbaik dan rasa terenak sesuai yang diinginkan pelanggan. Setiap pulang dari berjualan, ia selalu mengoreksi kekurangannya bersama istri tercintanya. Menghitung omzet, keuntungan, meskipun jumlahnya tidak seberapa, justru merupakan kegiatan berikutnya.
Untuk mengetahui apa yang diinginkan pelanggan, caranya, ia selalu mendengar  apa saja yang dikeluhkan pelanggan, mulai dari kuah yang anyep, bakso yang kurang empuk, hingga omela-omelan lain yang sering diucapkan pelanggan. Semua didengarkan. Saran, kritikan, cacian, tidak membuatnya marah, tetapi malah ‘tersenyum’ dan berkeinginan untuk terus  memberikan yang terbaik kepada pelanggannya.  Rasa baksonya yang enak rahasianya terletak pada campuran daging, dan bahan lain dengan adonan yang tepat. Rasa kuahnya yang sedap terletak pada perlakuan pemberian bumbu-bumbu dan kaldu yang tepat, serta pengapian saat memasak.
Pada awal masa produksi, Timbul hanya mengolah 25 kilogram daging sapi. Ia menggiling dan membuat bakso sendiri. Memperbaiki kerusakan mesin sen- diri. Setelah bakso jadi, dengan sepeda motor ia mengirim bakso ke pasar Cipinang, Jatinegara, Kebayoran Lama, dan Kramat Jati pun seorang diri.
Timbul yang kala itu membuat bakso dengan mesin giling manual memiliki kenangan. Karena teledor, jari manis tangan kanannya masuk ke dalam mesin giling bakso. Walhasil, ujung jarinya masuk ke mesin dan tergiling oleh spiral yang ada di dalamnya.
Selain kenangan saat membuat bakso, ada pula kisah saat pertama kali Timbul memasarkan bakso. Oleh seorang pedagang bakso di pasar Kramat Jati, Jakarta, Timbul diminta datang pukul 4.30 sore. Tapi ia telat. Si pedagang pun marah. Bakso yang ia bawa akhirnya dilempar, dan ia langsung disuruh pulang. Timbul sebetulnya kecewa, tapi setelah mengendapkan pikiran, ia sadar bahwa kejadian itu karena kesalahan dirinya. Ia pun berjanji kepada diri sendiri akan lebih menghormati mitra bisnis dan mengirim pesanan sebelum batas waktu.
Esok hari dan hari-hari berikutnya Timbul tetap setia menjalani rutinitas membuat dan memasarkan bakso. Pesanan bakso terus bertambah, dari yang semula hanya satu atau dua karung, berikutnya beberapa karung. Kapasitas muat motor sudah tidak memungkinkan. Sadar bahwa antara pesanan dan kemampuan armada pengirim tidak memadai lagi, ia pun menyewa dari saudaranya mobil pick-up Suzuki ST20, orang biasa menyebut mobil dua tak dengan volume mesin 500cc itu dengan Suzuki Truntung.













Kisah Sukses Cak Eko Pengusaha “Bakso Malang Kota – Cak Eko”

Mengapa  dalam waktu yang sama, ada orang yang sukses namun ada juga yang gagal ? Di satu sisi, ada orang yang tidak serius dalam berusaha, semau-gue dalam bekerja, pengalaman berwirausaha yang minim, bahkan seringkali tidak mampu bersosialisasi dengan orang-orang di sekitarnya. Namun dilain sisi, ada orang yang begitu produktif, dengan usia yang relatif masih muda ia melesat dengan segudang pengalaman usaha, berjuta ilmu dan inspirasi namun tetap rendah hati.
Ya, inilah sekilas cerita sukses Cak Eko. Pengusaha muda berusia 35 tahun ini berbagi pengalaman jatuh bangunnya dalam berwirausaha. Ketika berumur 23 tahun, waktu itu adalah awal mula dia terjun dalam bidang usaha.
Pertama, dia pernah berbisnis handphone. Tidak sempat berjalan lama dan gagal. Faktor yang menyebabkan kegagalan di bidang seluler ini kata dia antara lain tidak fokus, tidak mampu menguasai pasar, menganggap usaha tersebut hanya sambilan dan tambah-tambah penghasilan saja.
Kedua, dia mencoba peruntungan usaha di bidang agribisnis. Namun mengalami kegagalan. Penyebab kegagalannya ternyata mendasar sekali, yaitu tidak menguasai ilmunya. Disebutkan bahwa dia tidak mengetahui dosis pupuk yang harus diberikan, akibatnya terjadi gagal panen yang akhirnya mengalami kerugian.
Ketiga, seorang Cak Eko juga pernah terjun dalam bisnis busana, namun kembali mengalami kegagalan. Penyebab kegagalannya adalah kurang mempelajari situasi dan kondisi pasar yang sedang terjadi, kurang memiliki rasa percaya diri, dan tidak mampu bersaing dalam hal marketingnya.
Keempat, dia pernah menggeluti usaha kerajinan. Berbagai kerajinan diproduksinya, namun lagi-lagi ia harus menerima pil pahit alias gagal. Penyebabnya adalah belum mengetahui segmentasi pasar, hanya mengikuti kata hatinya yang tertarik untuk melakukan ekspor dan tidak mempelajari betul bagaimana caranya menembus pasar ekspor, pemasaran secara door to door sehingga kesulitan dalam hal cash flow, dan sulit menagih uang ke konsumen bahkan pernah sampai tiga minggu lamanya. Hal tersebut menyebabkan uang untuk modal berikutnya mengalami kemacetan.
Keempat usaha tersebut adalah sebagian usaha yang pernah dia geluti dan semuanya gagal. Menurut penuturannya dia pernah sepuluh kali mengalami kegagalan dalam membangun usaha, sehingga selain itu ada enam jenis usaha lain yang pernah digelutinya dan mengalami kegagalan. Namun, dia adalah seseorang dengan tipe pekerja keras dan pantrang menyerah. Setiap kali jatuh dan gagal, ia terus bangkit, tidak tinggal diam, berusaha menciptakan usaha baru dengan semangat yang tetap. Dalam benaknya, dia harus terus maju, besar, dan dapat membuka lapangan kerja bagi orang lain.
Bagi pria jebolan Fakultas Teknik Sipil – Institut Teknologi Semarang ini, kegagalan merupakan pelajaran bisnis yang tidak ia dapatkan di bangku perkuliahan. Bahkan ketika kuliah ia pernah mendapat nilai E dan harus mengulang mata kuliah yang bersangkutan dengan wirausaha itu.
Awal tahun 2006, ia mulai tertarik untuk berbisnis bakso. Ketertarikannya bermula dari sebuah bandara, ia melihat sebuah gerai yang dikerumuni banyak orang dan tentunya laku keras. Namun dalam bayangannya ia dihadapkan pada masalah permodalan, di bandara itu kira-kira diperlukan tiga ratus juta untuk menyewa sebuah gerai. Kendala lainnya adalah dia tidak bisa membuat bakso. Untuk kendala yang kedua ini nampaknya tidak terlalu sulit bagi dia untuk mengatasinya. Dia pergi ke Surabaya dengan maksud ingin mempelajari bagaimana proses pembuatan bakso. Disana, ia menyuruh seorang kerabatnya untuk mencarikan orang yang biasa membuat bakso. Setelah dipertemukan dengan si pembuat bakso, ia belajar selama sehari suntuk. Setelah itu, ia kembali ke Jakarta dan melakukan eksperimen selama 3 bulan.
Setelah 3 bulan bereksperimen, akhirnya ia menemukan formula kering. Meski demikian, ia sempat ragu akan bakso buatannya itu. Ia pun membawa bakso buatannya tersebut untuk dicobakan kepada teman-temannya. Dia tidak menyebutkan tester baksonya itu buatan dia sendiri, ia mengatakan pada teman-temannya bahwa bakso tersebut adalah membeli dari orang lain. Namun apa yang terjadi, setelah dicoba ternyata bakso tersebut diakui teman-temannya lezat sekali, bahkan ada salah seorang temannya minta no hp si pembuat bakso (yang padahal dirinya) karena minggu depan ada acara besar katanya. Betapa terkejutnya Cak Eko waktu itu, betapa tidak, bakso buatannya itu terpakai dan bahkan temannya tadi ingin membeli dalam jumlah banyak karena kelezatannya itu. Akhirnya dia mengaku bahwa bakso tersebut adalah hasil jerih payahnya selama tiga bulan. Dia mulai percaya diri dan yakin bahwa bakso buatannya itu harus segera dikomersialkan.
Pada saat itu, ia dihadapkan pada sebuah kendala. Ia harus mempunyai modal sekitar 40 juta, 30 juta untuk menyewa tempat dan 10 juta untuk peralatan. Dia tidak terjebak dan terlarut dalam menghadapi kendala tersebut dan akhirnya menemukan solusi. Dia mencari tempat yang murah di Bekasi, berkeliling kesana kemari. Dia menemukan sebuah Pujasera yang baru saja dibangun, lalu dia menemui pemiliknya. Ternyata disana sudah ada 3 produsen bakso yang hendak beroperasi. Si pemilik Pujasera sempat menolak Cak Eko dengan dalih tidak sampai hati kepada ketiga produsen bakso yang telah lebih dulu darinya. Dia terus memutar otaknya, bagaimana caranya agar ia bisa berproduksi disana. Timbullah sebuah ide, ia mengusulkan kepada si pemilik Pujasera untuk melakukan tender di rumahnya dengan cara mentesterkan bakso masing-masing. Pada hari minggunya ia mendapat kabar bahwa tender dimenangkan olehnya. Betapa senangnya hati Cak Eko waktu itu, ia bisa berproduksi tanpa harus menyewa toko. Selanjutnya ia membeli peralatan dan bahan baku. Waktu itu modalnya kurang lebih 2,5 juta. Omset pertama ia jualan lumayan besar, sekitar 900 ribu. Omset tersebut terbilang besar dan luar biasa, apalagi awal berjualan pada saat itu.
Setelah mulai berjalan, ternyata dia tidak puas dengan penghasilannya pada saat itu. Dia membuka cabang di Tamrin Square, Bekasi. Kemudian membuka cabang ketiganya di Surabaya. Dia cukup lelah dengan membuka beberapa cabang baru usaha baksonya itu. Dia berfikiran ‘kapan dapat menikmati hasilnya’. Akhirya dia memutuskan untuk membangun pola usaha kemitraan. Dengan cara yang unik, banyak orang yang ingin bermitra dengannya. Lalu, dia mendirikan tempat produksi di Surabaya. Tujuannya agar mempermudah memasok ke Indonesia bagian timur.
Pada suatu ketika, dia berfikir bagaimana caranya agar baksonya itu dikenal banyak orang khususnya di Indonesia. Jika harus pasang iklan di Media, memerlukan biaya yang tak sedikit jumlahnya. Ia memutar kembali otaknya, bagaimana caranya baksonya bisa dikenal banyak orang dengan biaya yang rendah bahkan tanpa biaya. Dibuatlah sebuah tulisan sederhana yang menceritakan profil usaha dan bagaimana dia jatuh bangun dalam usahanya, kemudian dia menceritakan bagaimana ia mengatur usaha baksonya dengan semangat yang besar. Mulai buka toko baksonya pukul 9 pagi, namun persiapannya dimulai sejak pukul 3 dini hari dan pulang ke rumah pukul 10 malam, setelah di rumah ia mengevaluasi kualitas bakso dan keuangannya selama dua jam, sehingga dia hanya tidur selama 3 jam saja. Tulisannya itu dikirim ke 10 media nasional. Dari 10 yang dikirimnya, ia berharap 1 saja  mau menerima dan memuatnya. Diluar dugaan, ternyata ada 3 majalah terkenal yang berkenan mengekspos profil usahanya itu. Pada bulan agustus 2006, ketiga majalah tersebut menampilkan profil usahanya. Melalui pendekatan media itulah ia diuntungkan dalam hal promosi, selain dikenal banyak orang juga promosinya tersebut tanpa mengeluarkan uang sepeser pun alias gratis.
Setelah dimuat dalam media, banyak orang mengetahui usaha baksonya dan banyak juga yang menawarkan untuk bermitra, terutama dari Indonesia bagian timur seperi Kupang dan Makasar. Meskipun demikian, ia tidak hanya berfikir bagaimana membangun kemitraan saja, tapi bagaimana dia harus mengatur sarana, modal dan sumberdaya manusianya.
Dari berbagai pengalaman itulah dia semakin kuat dan yakin untuk mulai go Internasional khususnya Asean. Dalam melakukan ekspansi usaha kita harus memperhatikan kemampuan yang kita miliki, jangan terlalu cepat, dan perhatikanperformancenya. Itulah yang dilakukannya, hingga saat ini sudah membuka cabang sebanyak 127 cabang di Indonesia, bahkan sampai ke Vietnam dan Singapura.
Sepuluh kali gagal tidak membuatnya berhenti di tengah jalan menuju kesuksesannya. Ia terus bangkit dan belajar, tidak lupa belajar sekalipun sudah sukses seperti saat ini.
Dia mencoba mendiversifikasi usahanya di bidang kuliner seperti soto, sate dan lain-lain. Ia juga membangun usaha di  bidang pendidikan entrepreneur yang bermitra dengan Renald Khasali Entrepreneur School. Salah satu tujuannya adalah untuk menstimulasi generasi muda dalam berusaha dan memberikan pengertian kepada mereka bahwa kesuksesan itu butuh proses, tidak instan begitu saja, harus mempersiapkan segalanya dari mulai fisik, mental, manajemen, sumberdaya dan sebagainya.
Menurut Cak Eko dalam mengawali sebuah usaha, jangan terfokus pada hal-hal yang bersifat formalitas dalam artian pekerjaan belum dapat dijalankan, belum mulai berproduksi, sementara tenaga dan materi sudah banyak keluar. Sibuk memikirkan Pembuatan CV atau PT tanpa memulai usahanya itu sendiri. Kita tidak boleh demikian. Kita harus segera memulai usaha tanpa memikirkan Pembuatan CV atau PT terlebih dahulu. Setidaknya, buatlah sertifikat halalnya dan kesehatan dari BPOM.
Beliau juga berbagi kiat-kiat dalam melakukan usaha lainnya :
1.      Cari mitra atau teman, setelah banyak baru memikirkan Pembuatan CV atau PT.
2.      Memanajeri perusahaan oleh diri sendiri, jangan sibuk mencari manajer, kita lebih tahu usaha yang kita lakukan.
3.      Jangan gengsi dan jangan mengedepankan formalitas usaha.
4.      Jangan terpancing bahwa usaha itu harus segera mendapatkan hasil, sehingga terlalu memaksakan diri dengan cara berhutang.
5.      Sebisa mungkin kita mengembangakan usaha dari omset yang ada, jangan tergiur untuk berhutang, apalagi dengan bunga yang tinggi, terlalu berisiko.
6.      Pilihlah mitra yang baik, carilah seperti kita mencarai pasangan hidup. Pelajari karakter, kepribadian, visi dan tanggungjawabnya. Samakan mimpi kita dengan mimpi mitra, jangan sampai terjadi simpang siur.
7.      Jangan berfikir yang enaknya saja. Untuk mahasiswa ada mata kuliah kewirausahaan, manfaatkan dan pelajari sebaik mungkin.
8.      Buatlah konsep usaha yang jelas dalam bentuk proposal atau secara tertulis lainnya.
9.      Mulailah suatu usaha di lingkungan sekitar, mengidentifikasi apa yang dibutuhkannya.
10. Mulailah dari usaha kecil-kecilan.
11. Buatlah branding atau merk yang unik dan menarik, karena hal tersebut berpengaruh terhadap imaje masyarakat/konsumen.
12. Tolak mitos bahwa usaha kita itu berawal dari bakat keluarga.
13. Banyak belajar dari orang-orang sukses, baca biografi mereka.
14. Camkan dalam diri kita “saya harus bisa” karena apa yang kita pikirkan itulah yang akan kita dapatkan.
15. Miliki energi positif dan keyakinan yang kuat.
16. Mengikuti ajang atau lomba kewirausahaan.
Itulah sedikit cerita singkat dan kiat-kiat usaha  Cak Eko yang kini tengah menempuh pendidikan S2 Manajemen Proyek di Universitas Indonesia. Beliau juga telah banyak memperoleh penghargaan, diantaranya dari Bank Mandiri, Bisnis Indonesia dan lain-lain. Semoga kisah sukses ini bisa menjadi motivasi khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca untuk lebih yakin, giat dan semangat dalam berwirausaha.
Kita hanya bisa berusaha, selebihnya Alloh SWT lah yang menentukan keberhasilan dan kesuksesan kita. Semoga kita termasuk orang yang ditaqdirkan sukses dan berhasil oleh Alloh SWT. Aamiin Ya Robbal ‘aalamiin.


 COUTION! 
berilah Like/label setelah mencopas materinya. Thanks before guys







Komentar

  1. The King Casino - Ventureberg
    The King Casino is ventureberg.com/ owned by British casino operator Crown https://vannienailor4166blog.blogspot.com/ Resorts and operated 출장마사지 by Crown Resorts. It is https://septcasino.com/review/merit-casino/ owned bsjeon.net by British ADDRESS: CASTLE

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Cerpen "Senyum Karyamin" karya Ahmad Tohari Dunia Kehidupan Orang-orang Kecil

Mengapa Stanting di Cegah lebih Dini,?